Siapakah Marc Marquez? Saat pembalap #93 itu keluar dari garasi untuk GP Qatar 2013, ia adalah seorang rookie. Pendatang baru. Rekan setim Dani Pedrosa. Sosok pemuda yang memiliki beban berat saat bergabung dengan Repsol Honda Team untuk menggantikan salah satu anggota Hall of Fame, Casey Stoner. Dikabarkan telah ditawari kursi tim pabrikan Honda semusim sebelumnya – setelah hampir kehilangan gelar juara Moto2™ akibat cedera pada akhir 2011 – Marquez menolaknya lantaran ingin memastikan diri sebagai Juara Dunia di setiap kelas sebelum ke MotoGP. Dan ia berhasil melakukannya.
Namun itulah jawaban yang sudah diketahui pada hari pertama. Bahkan pada akhir balapan pertama itu, ia merespons dengan raihan podium. Lalu, di Austin, Marc Marquez menjadi pemenang balapan MotoGP termuda. Pada akhir musim, ia dinobatkan sebagai Juara Dunia MotoGP 2013, dalam statusnya sebagai seorang rookie. Seorang pencetak sejarah sejak awal.
Itu adalah tahun debut yang memukau saat Marquez mendapatkan momentum dan rival-rival di sekitarnya tampak goyah. Pedrosa, bukan juara melainkan pemenang sebagian besar balapan musim sebelumnya, mengalami drama dan cederanya sendiri – termasuk kecelakaan di Aragon karena kontak dengan Marquez merusak kontrol traksinya dan motor #26 terlempar ke udara. Jorge Lorenzo, cedera patah tulang selangka saat latihan di Assen. Sebelum itu, kedua pembalap sempat terlibat insiden.
Lorenzo mengacungkan jari telunjuk ke arah Marquez di parc ferme setelah manuver #93 menyebabkan kontak di tikungan terakhir Jerez. Keduanya kemudian berduel untuk memperebutkan pole position di Silverstone, dan Lorenzo lalu menunjukkan supremasinya atas Marquez dalam salah satu pertarungan terhebat yang pernah ada. Perebutan gelar juara berlangsung hingga detik-detik terakhir di Valencia dan terasa seperti sejarah yang sedang dibuat – sebagai sebuah rivalitas.
Pada 2014, Lorenzo kesulitan menemukan performa terbaiknya sementara Marquez terus meningkatkan performanya. Rangkaian 10 kemenangan berturut-turut di awal musim membuatnya membangun keunggulan yang hampir tak terkejar, sebelum kemudian rombongan paddock menuju tur balapan flyaway. Dan itu bukan balapan yang mudah. Beberapa di antaranya memang mudah. Beberapa adalah duel. Beberapa adalah pertarungan kelompok. Beberapa brutal. Semua memiliki pemenang yang sama. Marquez telah mendefinisikan ulang permainan, dan teknik elbow down menjadi cara baru untuk balapan di MotoGP. Itu belum pernah ada sebelumnya.
Lalu, tibalah musim 2015. Apakah di sanalah rivalitas terbesar dalam olahraga ini dimulai? Atau mungkin Corkscrew di Laguna Seca 2013 saat Marquez meniru aksi Rossi dengan menyalip The Doctor? Di GP Argentina 2015, keduanya bersenggolan. Di tikungan terakhir Assen, yang satu ke gravel dan yang satu tidak. Tapi itu hanya latar belakang – sampai batas tertentu – di awal, saat perebutan gelar juara menjadi Rossi versus Lorenzo. Yamaha melaju dengan performa yang serius, Lorenzo telah belajar bagaimana menggoda Marquez untuk melakukan kesalahan, Rossi secara konsisten mulai menggapai impiannya. Gelar juara MotoGP kedelapan bagi The Doctor, yang akan menjadikan total gelarnya sepuluh.
Kemudian tibalah hari Kamis jelang GP Malaysia. Dalam Konferensi Pers, Rossi melontarkan tudingan kepada Marquez atas aksinya di Phillip Island – yang dimenangi #93. Perpecahan antara merah dan kuning pun terjadi. Itu lalu mencapai puncaknya pada hari perlombaan di Sepang.
Kami tidak akan mengulanginya – tonton saja dokumenternya di bawah ini. Itu ikonik dalam berbagai cara, dalam berbagai arti kata, bagi para penggemar yang berbeda. Mungkin Anda tim Marquez dan berpikir itu adalah sebuah tendangan. Mungkin Anda tim Rossi dan mengacungkan jari tengah Anda. Mungkin Anda berada di antara keduanya – area abu-abu yang ada, tetapi sering diabaikan. Anda berpikir Rossi salah, tetapi Marquez pantas mendapatkannya. Anda berpikir Rossi dijebak dan Marquez pantas mendapat lebih. Apa pun perasaan Anda tentang hal itu, balapan musim itu telah meninggalkan jejak yang sangat terasa di olahraga ini – dan bukan dari konspirasi dOrNa sPorTS. Secara nyata.
Di trek, pada hari terakhir musim itu di Valencia, Lorenzo meraih kemenangan. Rossi finis di posisi keempat, setelah poin penalti yang diterimanya atas insiden Sepang Clash. Bagi beberapa kubu, ini adalah konspirasi Marquez lainnya – meskipun Lorenzo tidak perlu memenangi balapan untuk merebut mahkota juara. Dalam kisah ini, kisah #93, judulnya berbeda: untuk pertama kalinya di MotoGP, Marquez kalah. Musim 2016 lalu menjadi tahun di mana ia bangkit untuk memperbaiki keadaan.
Namun, 2016 menghadirkan tantangan baru. Sembilan pemenang berbeda, termasuk empat pemenang perdana, menjadikan musim ini beragam. Juga munculkan delapan pemenang berbeda secara beruntun – sebelum kemenangan gemilang Andrea Dovizioso di Sepang menjadi penutup yang sempurna. Pun demikian, Marquez mampu mengatasinya, sementara Rossi dan Lorenzo gagal. DNF ganda bagi duo Yamaha di Motegi mengubah apa yang tadinya mustahil bagi #93, berubah menjadi momen kejayaan.
Menghadapi 2017, Maverick Vinales awalnya memimpin. Akan tetapi, Yamaha kemudian meredup. Lalu, datanglah Dovizioso dan Ducati. Kita disuguhi beberapa duel antara Marquez dan Dovizioso. Anda bisa menonton lagi GP Jepang 2017 di bawah ini – balapan yang berlangsung di lintasan basah, namun tampak seperti balapan di lintasan kering. Legendaris. Tetapi, Dovizioso tak kuasa membendung Marquez, dan gelar juara pun menjadi milik #93.
Musim 2018 menyaksikan lebih banyak duel dengan Dovizioso, diiringi Lorenzo yang bangkit kembali – kini bersama Ducati. Meski menghadapi tantangan berat, Marquez dan Repsol Honda Team terus melaju. Pada 2019, tahun yang menandai Marquez kembali ke puncak performanya, dan kehadiran seorang rookie baru yang siap mengubah sensasi menjadi kenyataan: Fabio Quartararo. Namun, mahkota juara, sekali lagi, jatuh ke tangan Marc Marquez.
Konsistensi performa adalah hal yang jarang terjadi dalam olahraga, terutama saat berkompetisi melawan pesaing yang kini – banyak, jika tidak semua – adalah Legenda atau anggota Hall of Fame, baik yang sudah masuk maupun yang pasti akan masuk di masa depan. Jadi, ketika musim 2020 yang tertunda akibat Covid akhirnya dimulai, Marc Marquez adalah raja dunia. Juara MotoGP bertahan, juara setiap musim kecuali satu musim yang dia ikuti di MotoGP, memiliki salah satu motor terbaik di grid, dan tampil di kandang sendiri di Jerez untuk menunjukkan kinerjanya yang mengesankan.
Setelah kesalahan awal yang membuatnya keluar lintasan, potensi awal musim yang sempurna menjadi terkendala. Tapi jika Anda merasa telah berjalan di atas air selama enam dari tujuh musim sebelumnya, Anda mungkin percaya bisa melakukannya lagi. Dan dalam beberapa lap yang menegangkan saat ia melaju dengan kecepatan penuh, hampir mencapai keajaiban yang dapat dibayangkan oleh sebagian besar atlet. Hingga satu kecelakaan mengubah segalanya.
Pada bab 2 nanti, kita beralih dari hari itu di Jerez ke musim-musim berikutnya yang mempersiapkannya untuk kebangkitan terhebat dalam sejarah olahraga – bukan dalam balapan, atau hanya dalam beberapa lap, tetapi satu tahun dalam proses, yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam karier. Jika Anda baru mengenal MotoGP sejak kecelakaan itu, bab ini adalah kisah yang kami pikir telah dimulai. Musim 2020 adalah plot twist-nya.